BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tugas utama manusia hidup di dunia ini adalah
beribadah kepada Allah SWT. Ibadah kepada-Nya merupakan bukti pengabdian
seorang hamba kepada Tuhannya. Dari berbagai ayat dan hadis dijelaskan bahwa
pada hakekatnya manusia yang beribadah kepada Allah ialah manusia yang dalam
menjalani hidupnya selalu berpegang teguh kepada wahyu Allah dan hadis Nabi
SAW. Pengertian ibadah tidak hanya terbatas kepada apa yang disebut ibadah
mahdhah atau rukun Islam saja, tetapi sangat luas seluas aspek kehidupan yang
ada. Yang penting aktivitas yang kita lakukan harus diniatkan untuk ibadah
kepada-Nya dan yang menjadi pedoman dalam mengontrol aktivitas ini adalah wahyu
Allah dan sabda Rasul-Nya.
Namun ada satu aspek yang seringkali dilupakan
dalam pelaksanaan ibadah kepada-Nya, yakni keikhlasan dalam menjalankannya.
Keikhlasan dalam beribadah merupakan aspek yang sangat fundamental yang akan
mempengaruhi diterima atau tidaknya ibadah kita. Ibadah yang dilakukan
tanpa keikhlasan adalah ibadah yang sia-sia.
B.
Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas maka kami
merumuskan beberapa masalah yaitu :
1.
Ayat Pokok
Tentang Keikhlasan Beribadah ?
2.
Makna Mufradat
dan ayat Tentang Keikhlasan Beribadah ?
3.
Asbabun Nuzul
Ayat Tentang Keikhlasan Beribadah ?
4.
Tafsir Global
Tentang Keikhlasan Beribadah ?
5.
Hadist Tentang
Keikhlasan Beribadah ?
6.
Makna Mufradat
Hadist Tentang Keikhlasan Beribadah ?
7.
Maksud Hadist
Tentang Keikhlasan Beribadah ?
8.
Cara Memcapai
Keikhlasan Beribadah ?
9.
Analisis
Keikhlasan Beribadah ?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk mengetahui :
1.
Ayat Pokok
Tentang Keikhlasan Beribadah.
2.
Makna Mufradat
dan Ayat Tentang Keikhlasan Beribadah.
3.
Asbabun Nuzul
Ayat Tentang Keikhlasan Beribadah.
4.
Tafsir Global
Tentang Keikhlasan Beribadah.
5.
Hadist Tentang
Keikhlasan Beribadah.
6.
Makna Mufradat
Hadist Tentang Keikhlasan Beribadah.
7.
Maksud Hadist
Tentang Keikhlasan Beribadah.
8.
Cara Memcapai
Keikhlasan Beribadah.
9.
Analisis
Keikhlasan Beribadah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ayat Pokok
Tentang Keikhlasan Beribadah.
Keikhlasan dalam beribadah ialah beribadah
semata-mata hanya kepada Allah SWT. Menyembah kepada Allah SWT dan menjahui
kemusyrikan adalah agama yang benar dan lurus. Menjalankan ibadah yang telah di
tetapkan oleh Allah SWT dengan penuh keikhlasan, seperti dalam menjalankan
perintah shalat yang tepat pada waktunya dengan khusyuk serta lengkap
dengan rukun dan syaratnya. Kata ikhlas
secara harfiah berarti murni, suci, atau bersih. Konteks ikhlas ini berkaitan
dengan niat. Niat adalah dorongan dalam hati manusia untuk melaksanakan amal
perbuatan tertentu. Dalam mengamalkan ajaran agama Islam hendaknya dilandasi
dengan niat ikhlas karena Allah swt., artinya dengan kesadaran semata-mata
hanya menaati perintah-Nya dan untuk memperoleh ridho-Nya.
1.
QS. Al – An’am
: 162 – 163
( قُلۡ
إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحۡيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ (١٦٢
لَا شَرِيكَ لَهُ ۥۖ
وَبِذَٲلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۟ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ (١٦٣)
Artinya : Katakanlah sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah.[1][1] (QS.Al-An’am:
162-163).
2. QS. Al – Bayyinah : 5
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا
اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا
الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ ﴿٥﴾
Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama
yang lurusdan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus.[2][2] (QS. Al –
Bayyinah : 5).
B.
Makna Mufradat
1.
QS. Al – An’am
: 162 -163
Artinya
|
Lafadz
|
Sesungguhnya shalatku
|
إِنَّ صَلاَتِي
|
Ibadahku
|
وَنُسُكِي
|
Hidup dan matiku
|
وَمَحْيَايَ
وَمَمَاتِي
|
Tuhan semesta alam
|
رَبِّ
الْعَالَمِينَ
|
Tiada sekutu bagi - Nya
|
لاَ شَرِيكَ
لَهُ
|
Aku diperintahkan
|
أُمِرْتُ
|
Orang yang pertama-tama berserah diri
|
أَوَّلُ
الْمُسْلِمِينَ
|
2.
QS. Al –
Bayyinah : 5
Artinya
|
Lafadz
|
Dan mereka tidak disuruh
|
وَمَا
أُمِرُوا
|
Melainkan supaya menyembah Allah
|
إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ
|
Dan yang demikian inilah agama
yang lurus
|
وَذَلِكَ دِينُ
الْقَيِّمَةِ
|
C.
Asbabun Nuzul
1.
QS. Al – An’am
: 162 -163
Tidak ada Asbabun nuzul yang pasti tentang ayat
ini akan tetapi dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa ayat ini turun karena
adanya tuduhan dari kaum kafir quraisy tentang dakwah Nabi yang mereka
menganggap Nabi mempunyai maksud dibalik menyuruh mereka meninggalkan
kesesatan, mereka menganggap Muhammad ingin mencari Jabatan, dan Kekayaan oleh
karena itu turunlah ayat ini yang menyatakan bahwa dakwah Nabi murni dan hanya
untuk Allah semata.
2.
OS. Al –
Bayyinah : 5
Karena adanya perpecahan dikalangan mereka maka
pada ayat ini dengan nada mencerca Allah menegaskan bahwa mereka tidak
diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah. Perintah yang ditujukan kepada
meraka adalah untuk kebaikan dunia dan agama mereka, untuk memcapai kebahagian
dunia dan akhirat, yang berupa ikhlas lahir dan batin dalam berbakti kepada
Allah dan membersikan amal perbuatan dari syirik serta mematuhi agama Nabi
Ibrahim yang menjauhkan dirinya dari kekafiran kaumnya kepada agama tauhid
dengan mengikhlasan ibadat kepada Allah SWT.
D.
Tafsir Global
1.
QS. Al – An’am
: 162 -163
Secara bahasa ikhlas terambil dari akar kata
kholasha, khulushon, khalashon yang berkonotasi murni dan terbebas dari
kotoran. Kata ikhlas menunjukkan makna murni, bersih, terbebas dari segala
sesuatu yang mencampuri dan mengotorinya. Sedangkan secara istilah, Ikhlas
berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya
dengan yang lain. Dalam ayat diatas merupakan ayat yang menjelaskan tentang
ikhlas beribadah ayat diatas menjelaskan tentang kebenaran agama yang dibawa
oleh nabi ibrahim dan sekaligus gambaran tentang sikap nabi Muhammad yang
mengajak kaumya untuk beriman ayat ini memerintakan: katakanlah wahai nabi
Muhammad, bahwa sesungguhnya shlataku, dan semua ibadahku termasuk korban dan
penyembelihan binatang yang kulakukan dan hidupku bersama yang terkait
denganya, baik tempat waktu, maupun aktifitas dan matiku, yakni iman dan amal
saleh yang akan aku bawa mati, kulakukan secara ikhlas dan murni hanyalah
semata-mata untuk Allah. Tuhan pemelihara semesta alam, tiada sekutu baginya dalam
zat, sifat, dan perbuatanya.[3][3]
Kata nusuk biasa juga diartikan sembelihan, namun yang dimaksud dengan ya adalah ibadah, termasuk shalat dan sembelihan itu, pada mulanya kata ini digunakan untuk melukiskan sepotong perak yang sedanga dibakar, agar kotoran dan bahan-bahan lain tidak menyertai potongan perak itu tidak terlepas darinya, shingga yang tersisa adalah perak murni, ibadah dinamai nusuk untuk menggambarkan bahwa ia seharusnya suci, murni dilaksanakan dengan pernuh keikhlasan demi karena Allah, tidak tercampur sedikitpun oleh selain keikhlasan kepada Allah.
Penyebutan kata shalat sebelum penyebutan kata
ibadah kendati shalat adalah salah satu bagian dari ibadah dimaksudkan untuk
menunjukan rukun islam yang kedua itu. Ini karena shalat adalah satu-satunya
kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan sebanyak lima kali sehari apapun
alasanya berbeda dengan kewajiban yang lainya.
Ayat ini menjadi sebuh bukti ajakan beliau kepada umat agar meninggalkan kesesatan dan memeluk islam, tidak beliau maksudkan untuk meraih keuntungan pribadi dari mereka karena seluruh aktifitas beliau hanya demi karena Allah semata, Oleh karena itu, bagi seorang muslim sejati makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, kemajuan atau kemunduran.
Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa kita dituntut ikhlas dalam menjalankan semua ibadah kepada Allah baik yang sifatnyal vertical maupun horizontal, ketika kita hendak melasksanakanya niat kita haruslah lurus semata-mata karena Allah bukan karena dilhat oleh orang atau lainya yang nantinya akan dapat merusak pahala dari ibadah kita, ketika hendak melaksanakan shalat, ketika telah bertakbir maka seluruh aktifitas badan, pikiran, dan perasaan haruslah tertuju kepada Allah, bukan kepada yang lain begitu juga dengan ibadah yang lain seperti menolong sesama, puasa, dan ibadah yang lain hendaknya hanyalah tertuju kepada Allah.[4][4]
Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang
membersihkan beras dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras.
Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih
kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah
keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala
pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya’
akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu
kecewa.Tetapi banyak dari kita yang beribadah tidak berlandaskan rasa ikhlas
kepada Allah SWT, melainkan dengan sikap riya’ atau sombong supaya mendapat
pujian dari orang lain. Hal inilah yang dapat menyebabkan ibadah kita tidak
diterima oleh Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali jika (dilakukan) dengan penuh keikhlasan serta ditujukan untuk mendapatkan ridha-Nya”.(Al Hadis). Karena itu Imam Ali ra mengungkapkan bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah.[5][5]
2.
OS. Al –
Bayyinah : 5
Perintah untuk menyembah hanya kepada Allah SWT
dengan niat ikhlas semata-mata karena Allah SWT. Perintah
untuk memurnikan agama Allah dari ajaran-ajaran kemusyrikan. Perintah untuk
mendirikan shalat dan zakat. Menyembah kepada Allah dan menjauhi kemusyrikan
adalah agama yang benar dan lurus.
Surat ini turun sebagai bentuk penegasan
kembali atas tindakan Ahl al-kitab (Yahudi dan Nasrani) yang melampaui batas.
Misalnya, umat Nasrani telah menjadikan Nabi Isa sebagai Tuhan, sementara itu
kaum Yahudi menghinakannya. Melalui ayat ini Allah mengingatkan kembali kepada
mereka agar kembali kepada agama yang lurus (din al-qayimah). Agama yang lurus
ini bercirikan tiga hal, yaitu adanya ketundukan dan kepatuhan hanya kepada
Allah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat.
Ketundukan dan kepatuhan secara murni menjadi
kunci terbentuknya sikap lurus dan senantiasa condong kepada kebajikan.
Sebaliknya, ketundukan dan kepatuhan yang tidak murni (syirik) menjadi akar
penyimpangan dan kecondongan kuat untuk berbuat yang berlawanan dengan
nilai-nilai kebajikan.
Kata (مخلصين)
mukhlishin adalah
berbentuk isim fa’il berasal dari kata خلص))khalusha yang artinya
murni setelah sebelumnya diliputi kekeruhan. Dari sini ikhlas merupakan
usaha memurnikan dan menyucikan hati sehingga benar-benar tertuju kepada
Allah semata, sedang sebelum keberhasilan itu hati masih biasanya diliputi atau
dihinggapi oleh hal-hal selain Allah, seperti pamrih dan yang semacamnya.
Kata (حنفاء)hunafa’ adalah
berbentuk jamak dari kata mufrod (حنيف)
hanif yang
biasa diartikan lurus atau cenderung kepada sesuatu(kebajikan). Agama Islam
disebut juga sebagai agama hanif karena posisinya yang lurus (berada di
tengah-tengah). Artinya, tidak cenderung pada materialisme dan mengabaikan yang
spiritual atau sebaliknya.
Penyebutan shalat dan zakat secara khusus
mempunyai arti akan pentingnya menjalin hubungan baik dengan Allah dan sesama
manusia.[6][6]
E.
Hadist Tentang
Keikhlasan Beribadah
1.
HR. Muslim
عَنْ اَبِيْ
هُرَيْرَةَ رَضِيَ الّلهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ الّلهِ صَلَّى الّلهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ الّلهَ تَعَالَى لاَ يَنْظُرُ اِلَى اَجْسَامِكُمْ
وَلاَ اِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُاِلَى قُلُوْبِكُمْ
Artinya : “DariAbu Hurairah ra berkata: Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk badan dan rupamu, tetapi ia
melihat/memperhatikan niat dan keikhlasan dalam hatimu”.
2.
Dari Amirul
Mukminin, Umar Bin Khathab
Segala amal itu tergantung niatnya dan setiap
orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada
Allah dan Rasul – Nya, maka hijrah itu kepada Allah dan Rasul – Nya. Barang
siapa yang hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita
yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujukan.
F.
Makna Mufradat
1.
HR. Muslim
Artinya
|
Lafadz
|
Tidak melihat
|
لاَ
يَنْظُرُ
|
Bentuk badan
|
اَجْسَامِكُمْ
|
Rupamu
|
صُوَرِكُمْ
|
Dan tetapi
|
وَلَكِنْ
|
Hatimu
|
قُلُوْبِكُمْ
|
G.
Maksud Hadist
1)
HR. Muslim
Allah SWT tidak melihat fisik umatnya khususnya
dalam konteks ibadah melainkan tergantung pada seberapa ikhlas ia melakukan
ibadah tersebut. Seperti telah dinyatakan pada hadist lain yang artinya :
“Segala sesuatu tergantung pada niatnya”
2)
Dari Amirul
Mukminin, Umar Bin Khatab
Hadist diatas menjelaskan tentang dalam setiap
kita melakukan suatu amal ibadah haruslah karena Allah semata. Hadist ini
diucapkan beliau karena ada seseorang laiki – laki yang hijrah dari Mekkah ke
Madinah, kita ketahui bahwa hijrah ketika itu karena perintah dari Allah
pastilah itu begitu besar pahala yang akan didapat akan tetapi laki – laki itu
ikut hijrah dikarenakan dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang
cantik jelita yang membuat terpesona setiap siapa saja yang melihatnya. Konon
wanita itu bernama : “Ummu Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka
orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (orang hijrah
karena Ummu Qais).
Pada hadist ini, “ segala amal hanya menurut
niatnya” yang dimaksud dengan amal disini adalah semua amal yang dibenarkan
syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan syari’at tanpa niat yang ikhlas
mengharap ridho Allah maka tidak berarti apa – apa menurut agama islam. Tentang
sabda Rasullah, “semua amal itu tergantung pada niatnya” ada perbedaan pendapat
para ulama tentang maksud kalimat tersebut. Sebagaimana memahami niat sebagai
syarat sehingga amal tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami niat
sebagai penyempurna sehingga amal itu akan sempurna apabila ada niat. Maka ketahuilah
bahwa syarat utama diterimnya ibadah itu ada 2 yaitu : Niat Yng ikhlas dan
Pelaksanaannya sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi SAW.
H.
Cara Mencapai
Keikhlasan Beribadah
Cara agar kita dapat mancapai rasa ikhlas
adalah dengan mengosongkan pikiran dissat kita sedang beribadah kepada Allah
SWT. Kita hanya memikirkan Allah, shalat untuk Allah, zikir untuk Allah, semua
amal yang kita lakukan hanya untuk Allah. Lupakan semua urusan duniawi, kita
hanya tertuju pada Allah. Jangan munculkan ras riya’ atau sombong di dalam diri
kita karena kita tidak berdaya di hadapan Allah SWT.
Rasakanlah Allah berada di hadapan kita dan
sedang menyaksikan kita. Insya Allah dengan cara di atas anda dapat mencapai
ikhlas. Dan jangan lupa untuk berdoa memohon kepada Allah SWT agar kita dapat
beribadah secara ikhlas untuk-Nya, sebagaimana do’ a Nabi Ibrahim a.s,”
Sesungguhnya jika Rabb-ku tidak memberi hidayah kepadaku, pastilah aku termasuk
orang-orang yang sesat.
Sebagai upaya membina terwujudnya keikhlasan yang mantap dalam hati setiap mukmin, sudah selayaknya kita memperhatikan beberapa hal yang dapat mencapai dan memelihara ikhlas dari penyakit-penyakit hati yang selalu mengintai kita, di antaranya:
1)
Dengan meyakini
bahwa setiap amal yang kita perbuat, baik lahir maupun batin, sekecil apapun,
selalu dilihat dan didengar Allah SWT dan kelak Dia memperlihatkan seluruh
gerakan dan bisikan hati tanpa ada yang terlewatkan. Kemudian kita menerima
balasan atas perbuatan-perbuatan tadi.
2)
Memahami makna
dan hakikat ikhlas serta meluruskan niat dalam beribadah hanya kepada Allah dan
mencari keridlaan-Nya semata, setelah yakin perbuatan kita sejalan dengan
ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Maka ketika niat kita menyimpang dari
keikhlasan.
3)
Berusaha
membersihkan hati dari sifat yang mengotorinya seperti riya, nifaq atau bentuk
syirik lainnya sekecil apapun. Fudhail Bin`Iyadh men gatakan:”Meninggalkan amal
karena manusia adalah riya, sedang beramal karena manusia adalah syirik. Dan
ikhlas adalah menyelamatkanmu dari kedua penyakit tersebut.
4)
Memohon
petunjuk kepada Allah agar menetapkan hati kita dalam ikhlas. Karena hanya
Dia-lah yang berkuasa menurunkan hidayah dan menyelamat kan kita dari godaan
syetan.
I.
Analisis
Keikhlasan Beribadah
materi ini yaitu ayat tentang keikhlasan
beribadah jika kita analisis maka :
1)
Faktanya adalah
pada waktu itu nabi kita Muhammad menerima wahyu atau ayat yang menjadi bukti kepada
kaum quraisy bahwa dakwah nabi bukan karena ingin mendapat kedudukan atau
keuntungan akan tetapi hanya karena Allah yang mana ayat itu kita bahas diatas,
kemudian berkenaan dengan.
2)
Prinsipnya
yaitu surah al-an’am ayat 162-163
3)
Nilai yang
terkandung diidalam ayat diatas yaitu tentang bagai mana seharusnya yang
menjadi tujuan kita atau niat kita dalam setiap kali melakukan ibadah yaitu
beribadah dengan ikhlas dan hanya mengharap ridho Dari Allah. Menjauhkan hati
dari sikap riya’ sombong dan lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Inilah sekelumit hal mengenai keikhlasan, yang patut dihadirkan dan dijaga dalam diri tiap insan. Keikhlasan bukan hanya monopoli mereka-mereka yang pakar dalam ilmu keagamaan, atau mereka-mereka yang berkecimpung dalam keilmuan syar’iyah. Namun keikhlasan adalah potensi setiap insan dalam melakukan amalan ibadah kepada Allah. Bahkan tidak sedikit mereka-mereka yang dianggap biasa-biasa saja, ternyata memiliki keluarbiasaan dalam keimanannya kepada Allah.
Jika demikian halnya, marilah memulai dari diri pribadi masing-masing, untuk menghadirkan keikhlasan, meningkatkan kualitasnya dan menjaganya hingga ajal kelak menjemput kita. Wallahu A’lam bis Shawab.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin Al – Mahali dan Jalalddin Al –
Suyuthi. 2002. Tafsir Jalalain. Asbabun Nuzul Ayat. Bandung : Sinar Baru Al –
Qesindo.
Syamury. 2006. Pendidikan Untuk Kelas X.
Jakarta : Erlangga Matsna. 1997. Qur’an Hadist. Semarang : PT Karya Toha Putra
0 Komentar untuk "MAKALAH "IKHLAS DALAM BERIBADAH""