KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Pemanfaatan Plastik Sebagai Barang Berguna ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak
Ir. Mahmud Takahashi selaku Dosen mata kuliah Teknik Lingkungan Hidup IPB yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai dampak yang ditimbulkan dari sampah, dan juga bagaimana membuat sampah menjadi barang yang berguna. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai dampak yang ditimbulkan dari sampah, dan juga bagaimana membuat sampah menjadi barang yang berguna. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Pati, 13
Desember 2015
penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penulisan Makalah
Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan
negara menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan
dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan
tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan
(sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang
Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan
keuangan negara.
Upaya untuk menyusun undang-undang yang mengatur
pengelolaan keuangan negara telah dirintis sejak awal berdirinya negara
Indonesia. Oleh karena itu, penyelesaian Undang-undang tentang Keuangan Negara
merupakan kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama
ini dalam rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang diamanatkan oleh
Undang-Undang Dasar 1945.
1.2.
Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal berikut:
-
Definisi Keuangan Negara?
-
Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara ?
-
Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
-
Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD ?
-
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah,
Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan
Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat ?
-
Pelaksanaan APBN dan APBD ?
-
Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara ?
1.3.
Identifikasi Penulisan Makalah
1)
Definisi Keuangan Negara
2)
Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
3)
Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
4)
Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
5)
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah,
Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan
Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
6)
Pelaksanaan APBN dan APBD
7)
Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Definisi Keuangan Negara
“Keuangan
negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang
dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian
kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :
(a)
berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga
Negara, baik ditingkat pusat maupun di daerah;
(b)
berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan
modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan
perjanjian dengan Negara.”
Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan
Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang
dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal,
moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu
baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang
dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di
atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan
keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian
kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas
mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan
pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh
kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau
penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian
luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang
pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
2.2.
Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance
dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan
secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok
yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Sesuai dengan amanat Pasal 23C
Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang tentang Keuangan Negara perlu
menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar
tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama
dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas
universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru
sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam
pengelolaan keuangan negara, antara lain :
-
akuntabilitas berorientasi pada hasil;
-
profesionalitas;
-
proporsionalitas;
-
keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara;
-
pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna
menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah sebagaimana yang
telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dianutnya
asas-asas umum tersebut di dalam Undang-undang tentang Keuangan Negara,
pelaksanaan Undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen
keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.3.
Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang
kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan
kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan
kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri
Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan
kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku
Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.
Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada
hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia,
sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief
Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini
perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian
wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta
untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas
pemerintahan.
Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi
pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran,
administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan
pengawasan keuangan.
Sesuai dengan asas desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian kekuasaan Presiden tersebut
diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah.
Demikian pula untuk mencapai kestabilan nilai rupiah tugas menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran dilakukan oleh bank sentral.
2.4.
Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan
APBN/APBD dalam undang-undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi
penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses
penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja
dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan
anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan
anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan
kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk
mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan
dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali
tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas
peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran
sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar
1945. Sehubungan dengan itu, dalam undang-undang ini disebutkan bahwa belanja
negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program,
kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran
anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus
mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya
memperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran
berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi
kerja /hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk
menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas
kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan
rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah. Dengan
penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat daerah
tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja
dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang
bersangkutan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh
anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan
klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara
internasional. Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut
dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan
gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga
konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian
dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Selama
ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan
anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan
anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan
pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang
terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran. Sementara itu,
penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima
tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang dirasakan tidak realistis dan
semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
dalam era globalisasi. Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan
membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan
anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana dilaksanakan di
kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika
proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam
pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas
mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas
antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian
negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.
2.5.
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah,
Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan
Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
Sejalan
dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu
diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan
lembaga-lembaga infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan
keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah,
pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan keuangan antara
pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta dan
badan pengelola dana masyarakat. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah
pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi
dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan
dengan pemerintah daerah, undang-undang ini menegaskan adanya kewajiban
pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah.
Selain itu, undang-undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar
negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara,
perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat
ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal
kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah
mendapat persetujuan DPR/DPRD.
2.6.
Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan
undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden
sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran.
Penuangan dalam keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang
belum dirinci di dalam undang-undang APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor
pusat dan kantor daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran gaji dalam
belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian
negara/lembaga. Selain itu, penuangan dimaksud meliputi pula alokasi dana
perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan
keperluan perusahaan/badan yang menerima.
Untuk memberikan informasi mengenai perkembangan
pelaksanaan APBN/APBD, pemerintah pusat/pemerintah daerah perlu menyampaikan
laporan realisasi semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir Juli tahun
anggaran yang bersangkutan. Informasi yang disampaikan dalam laporan tersebut
menjadi bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan
penyesuaian/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya.
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam
rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang-undang yang
mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan
administratif antarkementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.
2.7.Pertanggungjawaban
Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian
laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip
tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang
telah diterima secara umum.
Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan
yang setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan
arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar
akuntansi pemerintah. Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa
oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6
(enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian
pula laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna
anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan
dalam Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi
manfaat/hasil (outcome). Sedangkan Pimpinan unit organisasi kementerian
negara/lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan
dalam Undang-undang tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi barang dan/atau jasa yang disediakan
(output). Sebagai konsekuensinya, dalam undang-undang ini diatur sanksi yang
berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, serta Pimpinan
unit organisasi kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam
UU tentang APBN /Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan sanksi tersebut
dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi sebagai
jaminan atas ditaatinya Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang
APBD yang bersangkutan.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Menurut
Undang-undang yang berlaku, bahwa keuangan Negara adalah meliputi:
•
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan
uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat
dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
•
Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
•
Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan
Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
•
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar 1945.
•
Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya
dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
•
Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya
dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
•
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat.
•
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
•
Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
•
Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.
•
Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
•
Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
•
Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih.
•
Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih.
•
Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih.
•
Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih.
•
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
3.2.
Saran-Saran
-
Menjaga kekayaan Negara dengan memberi masukan terhadap kondisi keuangan Negara
yang dikelola pejabat setempat.
-
Menjalankan hak dan kewajiban dalam bidang keuangan bagi rakyat banyak seperti
hak-hak atas dana pembangunan desa, atau untuk kepentingan sekolah.
0 Komentar untuk "MAKALAH "KEUANGAN NEGARA""